Malam dingin basah
Bulan separuh tersadar, murung tak berteman...
Kemana perginya para bintang?
Entahlah...kian terasa sepi sangat ini malam
Menggergoti keasadaran malam yang kian hilang...
Bulan masih separuh tersadar
Lelaki muda yang katanya separuh binatang, keluar dari hutan gelap tak bertuan
Berkelana sendiri mencari sejati diri
bahu kiri menyandang ransel usang
Tangan kanan menggenggam obor yang hampir mati kehabisan minyak
Menyusuri jalan setapak gelap becek
genangan merah darah dimana - mana
Letih...
sekujur tubuh merentak sumpahi penat
Sudah cukup jauh sebenarnya ia berjalan..
Sunyi tak berteman
Sebab dunia seakan tiada mengenal jalan fikiran sang kelana jalang
Capek...
Matanya susuri sepanjang jalan
Dalam gulita dipaksa untuk belajar memilah jalan
Sendiri tanpa sosok seorang panutan
Ataupun sekedar teman untuk bertanya dan bertukar fikiran
Lemah....
Kupingnya terus mencoba mencari dengar
Barangkali akan ada suara yang dicarinya selama ini
Yang bercerita tentang cinta
Ataupun cerita tentang seorang puteri yang berumah ditengah lembah penuh bunga
Bidadari terindah...Mutiara hati pujaan
Raga yang letih kian letih
Yang dicari tak kunjung bertemu...
Tibalah disuatu rumah mungil dipinggir sebuah kampung
Sederhana...tapi sangat bersahaja
Beratap rumbia berdinding bambu
Ada cahaya sejuk mendamaikan, membersit dari celah celah dinding
Halaman dipenuhi kembang beragam warna dan aroma
Dan aroma ini...tiada salah salah lagi ...
Ini aroma ikan asin bakar dan kopi tumbuk
Kebetulan ia tahu pemilik rumah mungil itu...
Mereka pernah bertemu tak sengaja dipinggir hutan
Seorang gadis manis baik hati, bermata binar bintang
Dan bibirnya yang tak henti berceloteh ramah seperti kutilang
Sempat pula terlontar ajakan untuk mampir jikalau senggang...ujar sang gadis...tersipu sambil berlalu
Langkah sang kelana terhenti sejenak
ingin sungguh ia bisa mampir...
Paling tidak untuk malam ini saja
Sekedar menghangatkan raga bekunya didepan perapaian
Sambil makan singkong rebus sepotong dua
berteman sekerat ikan asin bakar dan sambal dicobek
Lalu menyeruput nikmat secangkir besar kopi hitam
ditambah asap kretek tembakau gulung
Sampai akhirnya lena dibuai kicau riang sang kutilang nakal
Sang kelana mendekat pintu pagar halaman
Baru dia tahu jikalau pintu berlilit rantai sekepal tangan dengan gembok besar pembuhul mati
Dan dibalik pintu pagar itu,menggeram garang seekor anjing penjaga sebesar lembu
Aduh Tuhan...bagimana mungkin ia bisa lewati ini semua
Cukup lama sang kelana termangu
Mereka - reka yang tersembunyi dari yang tersurat disepanjang lisan hari
Yang dia tahu ...kutilangnya tak mungkin berparas ganda
Ahhh...sudahlah...
Ujar letihnya pasrah
Takkan selamanya cinta putih dapat bertaut berbuah kasih
Dan pengharapan pada manusia acap kali membentur dinding mati
seorang kembara muda
Lelaki yang kata orang separuh binatang
Ransel usang dibahu kiri...
Tangan kanan menggenggam obor mati kehabisan minyak
Meskipun letih...Kembali paksakan langkahkan kaki
Berkelana sendiri mencari sejati diri
Berjalan susuri jalan setapak gelap becek
Genangan merah darah disana sini
Sendiri...
sendiri..
Kembali sendiri...
BY : zul fahmi naibaho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar