Halaman

Senin, 01 November 2010

KEMBARA SEPI KEMBALI MELANGKAH LAGI

Malam dingin basah


Bulan separuh tersadar, murung tak berteman...

Kemana perginya para bintang?

Entahlah...kian terasa sepi sangat ini malam

Menggergoti keasadaran malam yang kian hilang...

Bulan masih separuh tersadar

Lelaki muda yang katanya separuh binatang, keluar dari hutan gelap tak bertuan

Berkelana sendiri mencari sejati diri

bahu kiri menyandang ransel usang

Tangan kanan menggenggam obor yang hampir mati kehabisan minyak

Menyusuri jalan setapak gelap becek

genangan merah darah dimana - mana


               Letih...

sekujur tubuh merentak sumpahi penat

Sudah cukup jauh sebenarnya ia berjalan..

Sunyi tak berteman

Sebab dunia seakan tiada mengenal jalan fikiran sang kelana jalang

Capek...

Matanya susuri sepanjang jalan

Dalam gulita dipaksa untuk belajar memilah jalan

Sendiri tanpa sosok seorang panutan

Ataupun sekedar teman untuk bertanya dan bertukar fikiran

Lemah....

Kupingnya terus mencoba mencari dengar

Barangkali akan ada suara yang dicarinya selama ini

Yang bercerita tentang cinta

Ataupun cerita tentang seorang puteri yang berumah ditengah lembah penuh bunga

Bidadari terindah...Mutiara hati pujaan

Raga yang letih kian letih

Yang dicari tak kunjung bertemu...

Tibalah disuatu rumah mungil dipinggir sebuah kampung

Sederhana...tapi sangat bersahaja

Beratap rumbia berdinding bambu

Ada cahaya sejuk mendamaikan, membersit dari celah celah dinding

Halaman dipenuhi kembang beragam warna dan aroma

Dan aroma ini...tiada salah salah lagi ...

Ini aroma ikan asin bakar dan kopi tumbuk

Kebetulan ia tahu pemilik rumah mungil itu...
Mereka pernah bertemu tak sengaja dipinggir hutan

Seorang gadis manis baik hati, bermata binar bintang
Dan bibirnya yang tak henti berceloteh ramah seperti kutilang

Sempat pula terlontar ajakan untuk mampir jikalau senggang...ujar sang gadis...tersipu sambil berlalu

Langkah sang kelana terhenti sejenak

ingin sungguh ia bisa mampir...

Paling tidak untuk malam ini saja

Sekedar menghangatkan raga bekunya didepan perapaian

Sambil makan singkong rebus sepotong dua

berteman sekerat ikan asin bakar dan sambal dicobek

Lalu menyeruput nikmat secangkir besar kopi hitam

ditambah asap kretek tembakau gulung

Sampai akhirnya lena dibuai kicau riang sang kutilang nakal

             Sang kelana mendekat pintu pagar halaman
Baru dia tahu jikalau pintu berlilit rantai sekepal tangan dengan gembok besar pembuhul mati
Dan dibalik pintu pagar itu,menggeram garang seekor anjing penjaga sebesar lembu
Aduh Tuhan...bagimana mungkin ia bisa lewati ini semua

              Cukup lama sang kelana termangu
Mereka - reka yang tersembunyi dari yang tersurat disepanjang lisan hari
Yang dia tahu ...kutilangnya tak mungkin berparas ganda


    Ahhh...sudahlah...
Ujar letihnya pasrah
Takkan selamanya cinta putih dapat bertaut berbuah kasih
Dan pengharapan pada manusia acap kali membentur dinding mati

                                 seorang kembara muda
Lelaki yang kata orang separuh binatang
Ransel usang dibahu kiri...
Tangan kanan menggenggam obor mati kehabisan minyak
Meskipun letih...Kembali paksakan langkahkan kaki
Berkelana sendiri mencari sejati diri
Berjalan susuri jalan setapak gelap becek

Genangan merah darah disana sini

Sendiri...
sendiri..
Kembali sendiri...



BY : zul fahmi naibaho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar